Tulisan ini kutuangkan hanya untuk
membangkitkan semangat generasi muda kedepan.
Tolong baca aku ….
Dengan melihat
fenomena yang terjadi, hingga hari ini GAIRAH intelektual di kampus
semakin meredup. Mahasiswa yang menjadi pelaku utama arus pendidikan dan
keilmuan di sana semakin tidak menampakkan psogresivitas. Kelompok diskusi dan
studi berbasis kajian intelektual akhirnya menjadi komunitas langka yang sepi
peminat. Para mahasiswa tidak mau bergabung dalam komunitas keilmuan karena
tidak mau direpotkan dengan rumitnya ragam pemikiran dan berlipatnya bahasa
yang digunakan.
Hari ini Jarang ditemukan sebuah unit kegiatan
mahasiswa (UKM), baik di tingkatan universitas ataupun fakultas, yang bergerak
dalam bidang kajian. Kalaupun ada, peminatnya tidak banyak. Itupun harus
diperjuangkan dengan keras bila ingin tetap hidup. Mahasiswa lebih tertarik bergabung dalam
kelompok yang menawarkan kepuasan emosi seperti kelompok musik, teater, pecinta
alam, kepramukaan, dan seterusnya walau itupun tidak salah. Untuk memutuskan
bergabung dengan kelompok diskusi, mereka harus berpikir ulang, karena anggapan
miring bahwa komunitas yang tidak bergerak dalam pengembangan keterampilan
tiada menjamin masa depan.
Untuk menjadi aktor intelektual yang mampu
merekayasa perubahan, mahasiswa harus memahami corak dan ragam pemikiran dari
tokoh pemikir sekaliber Plato, Aristoteles, Karl Marx, Immanuel Kant,
Heiddeger, Marthin Luther King, Lenin, hingga tokoh pemikir dari dalam negeri semisal
Soekarno, Tan Malaka, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Romo Mangunwijaya
hingga generasi intelektual muda sekarang semisal Imanuel Subangun, Qomaruddin
Hidayat, Anis Baswedan, Ulil Abshar Abdalla dan seterusnya. Karya-karya intelektual mereka sungguh
melahirkan sebuah pencerahan pemikiran dalam pergerakan.
Bila kelompok kajian intelektual berkembang
di kampus, barangkali di kemudian hari akan lahir tokoh bangsa yang bukan hanya
bekerja untuk dirinya, namun juga untuk kebenaran rasional dan kebijaksanaan. Namun
realitanya, kebanyakan orientasi mereka adalah untuk kepentingan praktis masa
depan, bukan kepentingan ideal perubahan. Logika yang berjalan adalah cepat
lulus cepat kerja.
Mereka tak mau dipusingkan dengan penindasan
yang terjadi nan jauh di luar sana. Ruang gerak mahasiswa sekarang lebih banyak
di kelas, kantin, apalagi di kos. Baginya, lapangan adalah wilayah kerja orang-orang
penguasa. Bergabung di komunitas diskusi adalah sebuah proses menjadi seorang
pemimpin besar, sebab di sana akan bergumul dengan pemikiran orang-orang besar.
Karena seorang pemimpin berperan sebagai inisiator, kreator, dan pemantik
perubahan berskala makro. Fenomena yang terjadi hingga saat ini, sangat sepinya
minat di kelompok studi dan diskusi.
Pertanyaannya,
berapa persen dari penduduk negeri ini yang menyandang status mahasiswa? Sungguh
banyak bukan? Indonesia hanya membutuhkan SEORANG
PEMIMPIN SEKALIGUS PEMIKIR, UNTUK MENUJU MASA PENCERAHAN.
Bergabunglah dalam kelompok diskusi untuk
membangkitkan gairah intelektual kita. Salam ANKERS
”ECHYSEPAGA”
Posting Komentar