Artikel Terbaru

Rabu, 22 Oktober 2014

makalah Kehidupan Sosial ekonomi Kerajaan Konawe Abad ke XVII-XVIII



Makalah
Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Konawe
Abad Ke XVII-XVIII



univ neg gorontalo1.png
 








Oleh :
Ikram Junaid
NIM : 231 413 027


JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2014 







KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat limpahan karunianyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun judul makalah ialah “ Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Konawe pada abad XVII-XVIII  walaupun dalam penyusunan maupun pencarian materi makalah ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sedikit banyaknya telah membantu penulis dalam hal pengetahuan maupun meteri makalah.
Penulis merasa bahwa masih banyak kesalahan dan kekeliruan dari penyusunan makalah ini, oleh karena itu agar kiranya dapat memberikan kritik dan masukan yang siftanya membangun.
Akhir kata tak ada manusia yang sempurna begitu pula penulis.




Gorontalo, Oktober 2014


Penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3  Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Keadaan Masyarakat kerajaan Konawe................................................ 5
2.2  Keadaan perekonomian Kerajaan Konawe............................................ 7
2.3  Keadaan masyarakat pada awal masuknya belanda................................ 9
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan.......................................................................................... 12
3.2  Saran................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13





BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Penduduk asli yang mendiami Kerajaan Konawe adalah suku Tolaki. Untuk mengetahui asal usul persebarannya. Menurut Prof. Drs. Rustam E. Tamburaka, M.A. (1989), bila dilihat dari ciri-ciri antropologisnya baik Chepaliks index, mata, rambut, maupun warna kulit, suku Tolaki memiliki kesamaan dengan ras Mongoloid. Diduga berasal dari Asia Timur, mungkin dari Jepang dan kemudian disebarkan keselatan melalui kepulauan Riukyu, Taiwan, Philipina. Ada juga yang mengatakan bahwa perpindahan pertama berasal dari Yunan (RRC) ke selatan Philipina, Sulawesi Utara ke pesisir timur Halmahera. Pada saat memasuki daratan Sulawesi Tenggara masuk melalui muara sungai Lasolo dan Konawe yang dinamakan Andolaki.
Kerajaan konawe wilayah yang terletak di jazirah daratan sulawesi tenggara, pada zaman mokole more mowila bersama suaminya ramandalangi menyatukan negeri-negeri sekitarnya sehingga membentang luas. Kerajaan konawe berpusat di Unaaha (yang sekarang kabupaten Konawe)
Orang-orang Tolaki diangkat sebagai penduduk asli di Daerah Kendari karena merekalah yang termasuk penduduk tertua di daerah tersebut. Mereka itulah memenuhi pelosok-pelosok desa serta mendominisir kebudayaan Daerah Kabupaten Kendari sejak dahulu hingga sekarang ini.
Di dalam mereka berpola serta berinteraksi antara sesama telah melahirkan kelompok-kelompok masyarakat dan tumbuh serta berkembang di desa mana mereka berada. Karena manusia dalam usahanya tidak pernah terlepas dari kodratnya, ternyata antara individu maupun kelompok terdapat penonjolan- penonjolan sosial yang tidak merata.



1.2    Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1.       Bagaimana keadaan masyarakat di konawe abad ke XVII-XVIII ?
2.       Bagaimana keadaan perekonomian di konawe abad ke XVII-XVIII ?
1.3    Tujuan
Adapun tujuannya sebagai berikut :
1.      Ingin mengetahui Keadaan masyarakat di konawe abad ke XVII-XVIII
2.      Ingin mengetahui Keadaan perekonomian di konawe abad ke XVII-XVIII.












BAB II
PEMBAHASAN
Secara geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian Tenggara, yang mendiami beberapa daerah kabupaten yaitu Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur. Beberapa daerah Kabupaten tersebut berada di daerah daratan Sulawesi bagian Tenggara. kerajaan Konawe yang meliputi batas-batasnya :
a.       Pada bagian Utara berbatasan dengan wilayah kekuasaan kerajaan Mori (Tomori), kerajaan Matano, kerajaan Baebunta di pesisir danau Towuti dan danau Matano.
b.       Di sebelah timur berbatasan dengan kerajaan Bungku dan Kerajaan Banggai (di Sulawesi Tengah), serta laut Maluku dan laut Banda.
c.       Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Tiworo, dan Kekuasaan kerajaan Moronene.
d.       Sebelah Barat dengan kerajaan Luwu (Palopo), teluk Bone dan wilayah kekuasaan Kerajaan Mekongga di sekitar Kolumba.
Jika ditinjau dari segi pertahanan, maka letaknya sangat strategis karena letaknya berada di tengah-tengah kekuatan politik kerajaan lain, sedangkan Ibu Kota Kerajaan Konawe di Unaaha terletak di tengah-tengah wilayah pada daratan yang luas yang diapit oleh dinding alam berupa hutan dan pegunungan. Pada masa pemerintahan Mokole Tebawo abad XVII, di tetapkan suatu perangkat penguasaan batas-batas wilayah kerajaan yang disebut ―Siwole Mbatohu‖ yang meliputi:
a.       Tambo I’Losoanao Oleo atau Gerbang Timur adalah wilayah Ranomeeto.
b.       Tampo I’Tepuliano Oleo atau gerbang Barat adalah wilayah Wawo Latoma.
c.       Bharata I Hana atau barata kanan adalah wilayah Tonga Una.
d.       Barata I Moeri atau barata kiri adalah wilayah Asaki/Lambuya.
Bagian wilayah tersebut nampaknya merupakan suatu strategi pertahanan keamanan yang sangat cermat dan tepat, hal ini tentunya merupakan suatu pemikiran yang dinilai tidak ketinggalan dalam alam kemajuan sekarang ini. Kemudian pada zaman Mokole Tebawo dengan gelar Sangia Inato wilayah kekuasaan kerajaan Konawe meliputi:
a.       Bagian utara mulai dari tapal batas dari barat ke Timur berbatasan dengan: Mathana, Lambatu, Epeeha, Bahodopi, Matarape, Waeya (Salabangka).
b.       Bagian Timur berbatasan mulai dari daerah Utara ke Selatan: Pulau Labengki, Pulau Tiga, Menui, Labuhan Tobelo, Wia-Wia, Pulau Towea.
c.       Bagian Selatan dimulai dari Timur kea rah Barat berbatasan dengan: Gunung Rompu-Rompu (Taubonto), Gunung Tari-Tari, Tanggetada, Dawi-Dawi sampai Teluk Bone.
d.       Bagian Barat dimulai dari arah Selatan kearah Utara: Tolala, Patikala, Porehu, Nuha, Baebunta, Matana.
Keadaan Demografi kerajaan Konawe. Ada dua pendapat mengenai asal-usul penduduk di Nusantara. Pertama, bahwa asal usul penduduk Nusantara adalah dari ras paleo Mongoloid, yang berbahasa Austronesia, dan berasal dari sekitar daerah Yunan di Cina Selatan. Pendapat kedua menyebutkan bahwa penduduk asli Indonesia adalah ras Negrito dan ras Widdide. Dari kedua ras tersebut terjadi percampuran, yang selanjutnya terjadi lagi percampuran, dengan ras-ras pendatang lainnya sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada lagi suku asli Indonesia.
Pendapat pertama bahwa penduduk yang berdiam antara pulau-pulau Taiwan Utara, Indonesia di Selatan, Madagaskar, Ras Paleo Mongoloid, berbahasa Austronesia dan berasal sekitar Yunan di Cina Selatan.  Penduduk asli Indonesia adalah Ras Negrito dan ras Widdide ciri kulit hitam berambut keriting seperti orang Kubu di Sumatera. Ras Weddide ciri rambut berombak, berbadan kecilkulit sedikit sawo matang. Ras inilah yang melakukan migrasi kearah selatan masuk wilayah Nusantara termasuk daerah Sulawesi.
Wilayah Sulawesi telah dihuni oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu diperkirakan bahwa penduduk pada zaman purba ini merupakan campuran berbagai ras yang datang dari berbagai penjuru. Ras Austro Melanesoid yang datang dari arah selatan (migrasi dari pulau Jawa) dengan ciri khas kapak genggam yang terbuat dari batu yang berbentuk lonjong dan senang memakan binatang kerang, maupun ras Paleo Mongoloid yang datang melalui arah utara (migrasi dari kepulauan sangir dengan ciri khas alat-alat flakes dan ujung panah dan isinya bergerigi. Termasuk dalam gelombang penyebaran penduduk Indonesia yang pertama kali dan merupakan pendukung dari kebudayaan Mesolitikum.
menjelaskan tentang asal-usul suku Tolaki adalah berasal dari Hon Bin, Tiongkok Selatan pada tahun 6.000 tahun SM. Menurut beberapa pendapat, penduduk suku Tolaki berasal dari daerah/wilayah sekitar Tongkin perbatasan antara Birma-Kamboja Tiongkok bagian selatan, setelah melalui perjalanan dalam rentang waktu yang cukup panjang melewati ke pulauan Hiruku Jepang ke kepulauan di Filipina Selatan, pulau-pulau yang tersebar rapat di bagian Timur Sulawesi dengan menggunakan perahu-perahu cadik yang sederhana melalui sungai Lasolo dan kemudian secara bergelombang tiba dan membangun pemukiman sekitar danau Mahalona dan danau Matana.
Pada perkembangan penduduk terjadi migrasi berupa para pendatang beberapa suku bangsa seperti bangsa Bugis, Makassar, Toraja dan beberapa kelompok etnis lainnya yang datang dari daerah Sulawesi Selatan. Ada juga yang datang dari daerah Sulawesi Tengah, Jawa, Maluku dan dari Kabupaten dalam wilayah Sulawesi Tenggara sendiri seperti Muna dan Buton.

2.1    Keadaan perdagangan di kerajaan konawe
Hampir setiap kerajaan tradisional di Nusantara pada masa lalu kita temukan suatu jabatan yang kusus mengurus laut atau bidang kemaritiman, seperti dikerajaan Mataram, Demak, Buton, Ternate,termasuk di Kerajaan Konawe.
 pada zaman pemerintahan Mokole Tebawo, kerajaan Konawe telah membentuk Panglima Angkatan Laut (Kapita Lau) atau juga lebih dikenal Kapita Bondoala. Berkedudukan dipu’usambalu Sambara/Sampara. Pada saat itu dijabat oleh Haribau dengan gelar Kapita Bondoala. Kapita Bondoala merupakan gelar Kapita Lau (Panglima angkatan laut) Kerajaan Konawe yang diberikan oleh masyarakat Konawe setelah ia kembali dari peperangan bersama Kesultanan Buton, Kerajaan Bone (Arung Palaka), melawan Gowa dan berhasil menduduki salah satu wilayah kerajaan Gowa yang bernama ―Bontoala‖ pada tahun 1667.
Dari berbagai sumber penuturan sejarah masa lalu Kerajaan Konawe.
khususnya dari pulau Menuy, dari Buton dan dari Salabangka, diperoleh informasi yang menceriterakan bahwa perahu-perahu yang memuat sagu, daun agel, dan buah-buahan pisang, serikaya, dan kelapa, sejak masa Kapita Laudi daerah .
tersebut telah selalu didatangi oleh para pedagang naik perahu asal Wowa Sambara dan Pasambala (Pu’usambalu) yang diawali oleh sebagian orang Bugis dan sebagian orang Taloki (bukan Tolaki) untuk berbarter/mengganti dengan ikan, garam, dengan segala barang keramik dari Buton, Menui, dan Salabangka. Dari Ternate seorang Tetua Adat Ternate, Kapita Haribau, asal Konawe Wasambara. Sejak lama telah dikenal oleh ceritera-ceritera penduduk di hampir semua daerah pesisir pantai pulau-pulau Maluku Utara, sebagai seorang Bajak Laut yang ditakuti oleh bajak-bajak laut Tobelo (Halmahera, Bacan) dan Tidore, karena di samping selalu muncul dengan tujuan berdagang ia sekaligus juga selalu menimbulkan huru hara bila ia akan diganggu oleh pedagang-pedagang saingannya.
Seorang informan menjelaskan bahwa nenek mereka yang tiba di Lemobajo dari Bajoe/Bone, pada tahun 1636, karena perang Bone-Gowa, telah menceriterakan, kalau nenek mereka itu tiba di Lemobajo Lasolo, telah berkenalan dan tukar menukar tanda mata serta keperluan ekonomi dengan Haribau, dengan bukti adanya sebilah parang Taawu (parang panjang) ukuran 1,60 meter panjang sebagai kenang-kenangan dari Kapita Haribau, melalui nenek mereka yang tetap mereka simpan dan pelihara sebagai tanda mata Kapita Bondoala (H. Abdullah Djusin, wawancara 17 Mei 2012).
Dari uraian di atas menggambarkan bahwa Kapita Bondoala, selain sebagai Panglima Angkatan Laut, juga sebagai pameran dalam kegiatan ekonomi perdagangan dengan dunia luar Kerajaan Konawe, sekurang-kurangnya bertindak
sebagai pengawal/pengawas dalam lalu lintas ekonomi perdagangan dari daerah- daerah luar kerajaan.

2.2    Keadaan Sosial di konawe
Stratifikasi Sosial masyarakat Di dalam masyarakat Tolaki, kelas-kelas ini terdiri dari :
-Golongan Anakia (bangsawan)
-Golongan Pu’utobu (bangsawan menengah)
-Golongan Tonodadio (rakyat biasa)
-Golongan bawah atau o’ata

Di samping tiga golongan tersebut di atas, ada lagi satu golongan yang merupakan tingkatan sosial yang paling di bawah, yaitu golongan ata (budak). Apabila kita meneliti pelapisan masyarakat tersebut di atas, maka yang menjadi dasar pelapisan masyarakat pada masa lalu adalah faktor keturunan. Seorang Pempunyai kedudukan dalam pelapisan tertentu karena keturunanya. Sekian faktor kerukunan, faktor keaslian (status Kependudukan), juga menjadi salah satu dasar yang kuat di dalam menentukan kedudukan seseorang di dalam masyarakat Tolaki.
Stratifikasi terjadi dengan makin meluasnya masyarakat dengan makin terjadinya pembagian pekerjaan.
Di dalam masyarakat Tolaki sejak dahulu telah terbentuk stratifikasi yang berdasar kepada pembagian pekerjaan, yaitu :
-Kelompok petani sederhana;
-Kelompok peternak (mbuwalaka);
-Kelompok penguasa (keluarga ningrat);
-Keluarga kaya;
-Keluarga pendekar; dan
-Beberapa bentuk kelompok/keluarga lain.
Dalam interaksi sosial, antara kelompok/keluarga tersebut di atas terjadi gerak sosial (social mobility) yang tidak terbatas baik secara vertikal maupun horizontal. Kelompok-kelompok seperti ini tidak secara resmi atau secara organisasi. Karena itu satu sama lainnya menganggap sama-sama sederajat, saling bergaul dengan akrab. Hal ini disebabkan karena antara mereka saling membutuhkan serta saling bergantungan satu sama lain.
Setelah masyarakat Indonesia memasuki alam hidup yang baru, dimana unsur pengetahuan menempati kedudukan teratas dalam sistem stratifikasi, maka terbentuklah pula kelompok cendikia, kelompok pegawai, disamping kelompok- kelompok lainnya yang berdasar pada jenis pekerjaan/mata pencaharian. Sebagai akibat gerak sosial (sosial movement), maka terjadilah perubahan-perubahan status seperti: anggota petani beralih menjadi pegawai sedang petani penggarap beralih menjadi pedagang atau peternak.
Dalam sistem kepemimpinan Tolaki, seorang (Raja) Mokole, sebelum memangku jabatannya, ia tinotonao (disumpah) oleh seorang tonomotu’o (seorang sesepuh pamangku adat) dalam fungsinya sebagia mewakili rakyat keseluruhannya dihadapan sidang pelantikan, yang dihadiri oleh segenap aparatur

Di bidang sosial budaya, salah satu dari berbagai peranan Kapita Bondoala yang hingga saat ini masih terasa adalah sumbangannya dalam menjadikan wilayah Sampara sebagai salah satu pintu asimilasi dan sirkulasi antara orang- orang Tolaki dengan orang-orang Bugis, dengan catatan-catatan sejarah sebagai berikut :
1) Menjadikan wilayah Sampara (Sambara) (melalui muara Sungai Sampara) sebagai pelabuhan komunikasi/transportasi lalu lintas perdagangan antara pedagang-pedagang orang Bugis dengan para pedagang Ternate sebelum terjadi perang antara Kerajaan Buton dengan Kerajaan Ternate.
2) Menjadikan Pelabuhan Sampara sebagai pintu masuknya rombongan- rombongan orang Bugis di Kerajaan Konawe sejak tahun 1459 rombongan I yang dipimpin oleh Madukala yang kemudian kawin dengan Wesangguni dari Abuki, lalu melahirkan Raja Tebawo/Sangia Inato, menyusul datangnya rombongan orang Bugis ke II yang dipimpin oleh Daeng Manabung pada
tahun 1612 menyusul datangnya rombongan Arung Baku pada tahun 1781 dan seterusnya, yang kesemuanya melalui Sampara baru kemudian menyebar ke Lepo-Lepo, Tiworo, Torobulu-Tinanggea, kemudian masuk ke pedalaman daratan Sulawesi bagian Tenggara (Tanah Konawe) kemudian ke Buton-Muna bahkan ke Mekongga karena mereka tidak dapat melewati jalur Kolaka, disebabkan kuatnya pengaruh kekuasaan Luwu di daerah- daerah Pitumpanua (Mekongga);
3) Menerima penempatan sejumlah tiga puluh tujuh Kepala Keluarga orang Tiworo yang datang dari pulau-pulau Tiworo, di wilayahnya yaitu di Desa Lalonggaluku, setelah berkembang biak di Parauna selama 12 tahun, akibat timbul perselisihan dengan penduduk asal Kulahi Anggotoa, sehingga sejak saat itu terjadi perkawinan dengan penduduk asli di sepanjang sungai Pohara-Muara Sampara dengan keturunan-keturunan orang Tiworo;
4)Membuka lebar-lebar pantai timur Ranomeeto untuk menerima pelarian- pelarian orang Bugis dari Sulawesi Selatan akibat perang hebat antara Kerajaan Bone (Arung Palakka) dengan Kerajaan Gowa, seperti yang sekarang ini berkembang di beberapa tempat seperti di Bungkutoko, Kendari, Lepo-Lepo, Mata, dan Toronipa.
Panglima angkatan laut Kapita (kapten) Sambara Wuta Konawe, kerajaan Konawe yang bergelar ‖Tanoopa moloro, Tadohopa Nduosa, Lomalaea Ndahi, Membandera Waea Kapita Lau”, berkedudukan di Puu Sambalu Sambara atau Sampara (Wilayah bahagian Timur kerajaan Konawe) yang di jabat pertama oleh
Para pejabat tersebut diatas dibantu oleh beberapa pejabat yang berstatus menteri muda, sedangkan pejabat tersebut berstatus sebagai pejabat tingkat wonua mereka memiliki otoritas atau wewenang. Menguasai dan berwewenang terhadap beberapa pelabuhan laut di kerajaan Konawe.

2.3    Keadaan masyarakat kerajaan konawe pada masa masuknya hindia belanda
Pada tanggal 9 mei 1931 orang-orang belanda yang menginjakan kakinya di kerajaan konawe yaitu di ranomeeto dan segera menjalin hubungan dengan Tebau (sapati ranomeeto) setelah Tebau mangkat secara diam-diam dan sangat rahasiakan oleh putranya La Manggu ingin mendirikan kerajaan yang lepas dari kerajaan Konawe dengan nama Kerajaan Laiwoi kemudian pada tahun 1858 belanda melakukan perjanjian yang diwakili A.A Davries atas nama gebernur jendral dengan La manggu
Pada tahun 1908 di saat konawe ketiadaan pucuk pimpinan putra laiwoi telah menandatanggani korte Verklaring (perjanjian pendek) yang berisi bahwa kerajaan konawe tetap menjalankan roda pemerintahan di daerah di bawah lindungan pengawasan pemerintah belanda disebut dengan Zelt Besturende landsechappen. selanjutnya pada tahun 1909 belanda melangsungkan perjanjian dengan kerajaan Laiwoi yang isinya kerajaan Laiwoi resmi mengantikan kerajaan Konawe.
ada pada awal ke-19 dan secara resmi menjadi ibu kota Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832, ditandai dengan pindahnya istana Kerajaan Laiwoi disekitar Teluk Kendari.
Kota Kendari dalam berbagai dimensi dapat dikatakan sudah cukup tua berdasarkan pengakuan baik secara lisan maupun dokumentasi. Jika dilihat dari fungsinya maka Kota Kendari dapat dikatakan sebagai kota Dagang, Kota Pelabuhan dan Kota Pusat Kerajaan. Kota Kendari sebagai kota dagang merupakan fungsi yang tertua baik sumber lisan dari pelayar Bugis dan Bajo maupun dalam Lontara’ Bajo, dan sumber penulis Belanda (Vosmaer, 1839) dan Inggris (Heeren, 1972) menyatakan  bahwa para pelayar Busgis dan Bajo telah melakukan aktivitas perdagangan  di Teluk Kendari pada akhir abad ke-18 ditunjukkan adanya pemukiman kedua etnis tersebut di sekitar Teluk Kendari pada awal ke-19, menyusul fungsi Kota Kendari sebagai kota Pusat Kerajaan Laiwoi pada tahun 1832 ketika dibangunnya istana raja di sekitar Teluk Kendari.
Pada waktu Mokole Konawe Lakidende  mangkat maka Tebau Sapati Ranomeeto sudah menganggap diri sebagai kerajaan sendiri lepas dari Konawe, dan sejak itu pula Tebau Sapati Ranomeeto mengadakan hubungan dengan pihak Belanda yang kemudian pada waktu Belanda datang di wilayah Ranomeeto diadakanlah perjanjian dengan Belanda di Tahun 1858 yang ditanda tangani oleh “Lamanggu raja Laiwoi dan di Pihak Belanda ditandatangani oleh A.A Devries atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan di tahun 1906 pelabuhan Kendari yang dulunya dikenal dengan nama “Kampung Bajo” di buka untuk kapal-kapal Belanda dengan demikian mengalirlah pedagang-pedagang  Tiong Hoa datang ke –Kendari. Perhubungan Jalan mulai dibangun sampai kepedalaman. Raja diberi gelar Raja Van Laiwoi  dan Rakyat mulai diresetle membuat perkampungan dipinggir jalan raya. Kendari Berangsu-angsur dibangun jadi kota dan tempat- tempat kedudukan district Hoofd.















BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Kerajaan konawe adalah kerajaan yang ada di  Daerah Konawe  suatu wilahyah kerajaan yang terletak di jasirah Tenggara daratan Sulawesi Tenggara yang sekaran ini sebagian besar menjadi daerah Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Kota Kendari. Kerajaan Konawe Di dominasi oleh suku tolaki, suku tolaki adalah salah satu suku terbesar di Sulawesi tenggara
Kerajaan konawe adalah kerajaan yang maju ini dengan di buktikan dengan wilayah kekuasaannya yang luas dan juga armada kelautannya yang di pimpin Kapita Lau (kapten Laut). Selain itu kerajaan ini adalah salah satu kerajaan yang memiliki stratifikasi sosial yang ada dalam masyrakatnya yang tidak boleh di langgar (adat). Pengaruh kebudayaan masyarakat Kerajaan Konawe turun temurun dilaksanakan sampai sekarang meskipun terjadi sedikit pergeseran budaya, salah satu adat Kerajaan Konawe yang masih ada sampai sekarang adalah setiap masyarakat Tolaki harus menjujung tinggi adat dan budaya Tolaki.

3.2    Saran
Kerajaan Konawe memiliki peranan penting terhadap perkembangan peradaban Suku Tolaki. Adapun saran untuk pembaca :
1.      Kepada pembaca agar kira memberikan kritik dan masukan yang bersifat membangun.
2.      Kepada pembaca agar bisa saling tukar pikiran dengan penulis.
Saran penulis agar kiranya Tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian.

DAFTAR PUSTAKA
Melamba, Basrin, Aswati, ddk. 2011. Sejarah Tolaki di Konawe.
Yogyakarta : Teras.
Ranti, 2012. Peranan Kapita Lau Di Kerajaan Konawe 1725-1904. Skripsi FKIP Unhalu : Kendari
Al-Ashur, Arsamid. 2003. Sejarah Pemerintahan Kabupaten Konawe. Lembaga Adat Tolaki kabupaten Konawe.
Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: P.T. Penerbit Djambatan, 1990.
Gatrima, 2000. Peranan Taridala sebagai Kapita Ana Molepo atau Panglima Angkatan Darat pada masa Pemerintahan Raja Tebawo di Kerajaan Konawe (1602-1668). Skripsi Unhalu : Kendari
Soebacham, Agustina. 2014. Sejarah Nusantara Bedasarkan Urutan Tahun.
Yogyakarta : Surya media Utama.


 
















About ""

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vivamus suscipit, augue quis mattis gravida, est dolor elementum felis, sed vehicula metus quam a mi. Praesent dolor felis, consectetur nec convallis vitae.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 ANKERS
Design by FBTemplates | BTT