Nama :
Ikram Junaid
Kelas :
A
Tugas :
Resensi
Judul
Buku : mengasah CAKRAPIKIR merenda
ZAMAN untuk MERAH MARUN (655-672).
Nama Penulis :
Sutrisno
POTRET
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG KAKI LIMA
DI KABUPATEN BUOL (halaman 655-672)
DI KABUPATEN BUOL (halaman 655-672)
IKTISAR (ISI BUKU)
Menurut
karafir (1997:4) mengemukakan bahwa pedagang kaki lima adalah pedagang yang
berjualan di suatu tempat umum seperti tepi jalan, taman-taman, emperemper toko
dan pasar-pasar tanpa atau adanya izin usaha dari pemerintah.
Perkembagan
pedagang kaki lima dari waktu ke waktu sangat pesat jumlahnya, karena pedagang
kaki lima dapat lebih mudah di dapati konsumennya dari pada pedagang resmi yang
kebanyakan bertempat tetap. Di satu sisi keberadaan pedagang kaki lima diakui
sebagai potensi ekonomi yang tidak bisa di pandang sebelah mata. Pedagang kaki
lima mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar serta
menyediakan kebutuhan hidup masyarakat. Tetapi lain hal keberadaan pedagang
kaki lima di anggap menganggu keindahan dan ketertiban kota. Inilah yang
membuat pemerintah turun tangan dalam masalah ini.
Aktivitas
ekonomi secara sosial disefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi
oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Menurut Soeratmo
bahwa aspek kehidupan sosial ekonomi meliputi antara lain:
a. Aspek
sosial demografi meliputi antara lain : pembaharuan sosial, tingkah laku, motivasi
masyarakat, serta kependudukan dan
migrasi.
b. Aspek
ekonomi meliputi antara lain : kesempatan kerja, tingkat pendapatan dan
pemilikan barang.
c. Aspek
pelayanan sosial meliputi antara lain : sarana pendidikan, sarana kesehatan,
sarana olahraga dan sarana trasportasi.
Sektor
Informal Di Kabupaten Buol
Mayoritas
penduduk kabupaten Buol bekerja pada sektor industri, perdagangan, jasa dan sektor-sektor
informal lainnya. Forbes mengamati sektor informal di kabupaten buol dengan
menitih beratkan kehidupan marginal pedagang kecil, hubungan sosial ekonomi
antara punggawa yang menguasai bahan baku dan pemodalan pedagang kecil. Menurut
Hasan Mangunrai pada umumnya pekerja laki-laki yang berstatus kawin dengan
rata-rata umur produktif dan semangat kerja yang cukup tinggi, rata-rata
pendidikan mereka adalah sekolah dasar, jenis usaha sekto informal di kabupaten
buol adalah pejuang makanan ini berasal dari luar sulawesi tengah terutama dari
pulau Jawa. Sedikit keterampilan atau sedikit bakat cenderung memilih lapangan
pekerjaan di sektor industri pengelolahan sebagai tukang-tukang dan kebanyakan
berstatus permanen dan sebaliknya yang datang tanpa keterampilan kebanyakan
berstatus sementara memilih lapangan pekerjaan di bidang angkutan seperti
penarik becak dan dibidang perdagangan produksi kecil-kecilan.
Pedagang
kaki lima
Manning dan effendi mengolongkan para pedagang dalam
tiga kategori yaitu:
a. Penjual
borongan : punggawa
Istilah
ini digunakan untuk mengambarkan para wiraswasta yang memodali dan mengoganisir
sendiri distribusi barang-barang dagangannya.
b. Pengecer
besar
Pengecer
besar dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pedagang besar termasuk pengusaha warung
tepi jalan atau pojok depan sebuah halaman rumah, dan pedagang pasar yaitu
mereka yang memiliki hak atas tempat yang tetap dalam jaringan pasar resmi.
c. Pengecer
kecil
Pengecer
kecil termasuk kategori pedagang kecil sektor informal mengcangkup pedagang
pasar yang berjualan di pasar, di tepi jalan maupun kios-kios di pinggiran
pasar yang besar.
KESIMPULAN RESENSI
Menurut
saya kajian pembahasan di atas mengambarkan tentang keadaan pedagang kaki lima
di kabupaten buol, kebanyakan diantara masyarakat kabupaten buol terpaksa
memilih berdagang di pinggir jalan karena desakan ekonomi. Pengaruh perpindahan
penduduk dari kota ke kabupaten memperburuk keadaan masyarakat.
Jika
di tinjau dari sisi ekonominya bahwa keberadaan pedagan kaki lima ini sangat
membantu para masyarakat ekonomi lemah, dan juga menyediakan lapangan pekerjaan
yang cukup banyak sekalipun menjadi pedagang kaki lima.
Peresensi
Ikram
Junaid
Posting Komentar